Buku Panduan Ramadhan, yang sering kita jumpai pada anak-anak SD, SMP, SMU dan sederajatnya merupakan buku rutinan yang ada di kalangan pelajar kita. Namun pada buku panduan ramadhan yang satu ini berlainan, Nur Muhammad meminta kepada Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Sragen untuk menarik dan merevisi buku panduan kegiatan bulan Ramadhan (KBR) 1433 Hijriah yang antara lain berisi muatan yang menyudutkan amalan shalat tarawih 20 rakaat. Buku yang diterbitkan Wijaya Ilmu itu dibagikan kepada siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, itu dinilai berpotensi timbulkan konflik. GP Ansor Sragen, pada dasarnya menghormati perbedaan, tetapi buku panduan Ramadhan itu diterbitkan oleh institusi pemerintah yang seharusnya tidak menyudutkan salah satu golongan . ”Kalau buku itu diterbitkan semisal oleh Muhammadiyah, malah GP Ansor menghormati keyakinan mereka,” tegasnya kepada NU Online Selasa (24/7).
Orang tua siswa MI dibuat resah dan khawatir dengan isi buku panduan Ramadhan, buku itu, kata mereka berpotensi timbulkan konflik dan menyinggung keyakinan sebagian umat Islam. “Salah satu materi di buku KBR, halaman 11 point H menjabarkan ibadah-ibadah sunah yang dianjurkan untuk dilaksanakan selama bulan Ramadhan. Pada point H no 8, tepatnya di halam 13, terdapat tulisan yang kurang lebih menyatakan hadits tentang Shalat Tarawih sebanyak 20 rakaat ditutup witir 3 rakaat, bersumber dari hadits dhaif atau lemah,” kata orang tua siswa MI Tangen, M Anas (40). Dikatakan Anas, tulisan itu dimuat di buku yang dibagikan kepada seluruh siswa MI di Kabupaten Sragen. Buku panduan Ramadhan, disusun oleh seorang pengawas PAI SD/MI, TK/RA Kabupaten Sragen. Anas menilai, tulisan itu tidak layak ditulis dan dibagikan kepada siswa, karena ditakutkan menyinggung keyakinan sebagian umat Islam dan bisa timbulkan konflik. “Saya kaget kali pertama membaca buku milik anak saya itu. Saya tidak mempermasalahkan benar masalah tulisan itu.Saya lebih berfikir tentang keyakinan masing-masing umat Islam. Bagaimana kalimat itu lolos begitu saja dari pantauan Kementrian Agama Sragen? Itu bisa membuat kisruh kalau tidak segera ditarik dan diralat,” katanya. Nurhayat (32) orang tua siswa juga menyayangkan tulisan itu lolos dari perhatian pemerintah. Kurang bijak apabila tulisan semacam itu beredar dikalangan siswa. Kementrian Agama Sragen, harus mengambil tindakan tegas,” usul Nurhayat. Baik Nurhayat maupun Anas, keduanya sudah melaporkan kepada kepala Madrasah Ibtidaiyah masing-masing. Mereka berharap ada tindakan tegas terkait kejadian itu. Menanggapi persoalan buku panduan Ramadhan, Irwan Junaidi, Kepala Seksi Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum (Kasi Mapeda) Kabupaten Sragen, menjelaskan sudah menerima laporan dari beberapa kepala sekolah MI terkait isi buku yang dinilai bisa menyinggung sebagian umat Islam. ”Kami sudah menarik buku panduan Ramadhan itu dari peredaran. Kami akan berkoordinasi dengan kepala MI di Kabupaten Sragen untuk mempercepat proses. Kami minta kepada semua orang tua atau wali murid jangan terprovokasi soal itu. Buku akan ditarik dan direvisi. Setelah itu akan dibagikan kembali dan tidak akan dipungut biaya sepeserpun,” ungkapnya. Ia berjanji secepatnya akan menyelesaikan persoalan buku panduan Ramadhan, namun Irwan juga belum mengetahui berapa eksemplar buku KBR yang sudah dibagikan kepada siswa MI di Sragen. Sementara itu, penulis buku panduan kegiatan Ramadhan untuk siswa MI di Sragen, Jawa Tengah, H Shulkan mengaku bertanggungjawab terhadap revisi isi buku yang dinilai meresahkan umat Islam. Ia tak menyangka isi buku di halaman 13 point H nomor 8 yang menyudutkan praktik ibadah shalat tarawih 20 rakaat. Menurut Shulkan, hal itu merupakan kesalahan teknis, karena seharusnya buku panduan itu melewati proses editing ditingkat pengawas atau Kasi Madrasah dan pendidikan agama Islam pada sekolah umum (Mapenda) Sragen. Tapi, apa yang terjadi, buku panduan itu langsung dicetak lantas diedarkan ke siswa MI se Kabupaten Sragen. ”Saya bertanggungjawab menyelesaikan persoalan ini. Buku itu sebetulnya memang belum layak cetak,” katanya. Selain persoalan hadits, kekeliruan juga terdapat pada tulisan huruf arab yang kurang sempurna. ” Masih ada beberapa kesalahan pada penulisan huruf arab yang ditulis dalam buku itu. Saya tahu itu sangat menyinggung umat Islam,” katanya di Sragen, Selasa (24/7). Sementara itu Kepala Sekolah MI Maarif Tanggan, Agus Wikukuh, sudah mendapat perintah dari Kasi Mapeda Sragen Irwan Junaidi, untuk menarik seluruh buku MI masing-masing sekolahan. Dikatakan Agus, di MI Tanggan, akanmenarik sebanyak 85 buku panduan. Buku seharga Rp 2.500,- per buku itu selanjutnya akan diserahkan ke kelompok Kepala Sekolah Madrasah Sukodono. Krisna, Sekretaris GP Ansor Sragen, GP Ansor siap mendatangkan massa ke kantor Kementrian Agama (Kemenag) Sragen, apabila lembaga pemerintah itu tidak segera menarik buku panduan ramadhan. ”Saya mengecek ke beberapa sekolahan seperti di MI Desa Patihan, Sidoharjo, ternyata belum ada aktivitas penarikan buku. Guru setempat juga tidak mengetahui ada perintah penarikan buku panduan,” kata Krisna. Apabila dalam waktu dekat ini buku panduan itu tidak ditarik, maka GP Ansor kata Krisna, akan mendatangi Kemenag dan menuntut kepada pihak penerbit Wijaya Ilmu untuk minta maaf, lantaran ini ada indikasi kesengajaan. Kepala Kemenag Kabupaten Sragen, Muh Saidun, menjelaskan sudah bertemu dengan penulis buku panduan, dan buku itu akan ditarik dan direvisi. Sedangkan Agus, penerbit Wijaya Ilmu, siap melakukan cetak ulang sebanyak 3.000 eksemplar buku panduan Ramadhan. Proses mencetak ulang akan dilakukan setelah buku-buku tersebut selesai dikumpulkan dari masing-masing MI di Kabupaten Sragen. Terkait dengan hebohnya buku panduan Ramadhan bagi siwa MI, ketua Komisi IV DPRD Sragen, Suharjo menilai, ada indikasi kesengajaan dari pejabat Kemenag Sragen dalam mencantumkan kata-kata yang menyinggung kelompok tertentu. Komisi III berkeinginan menganggil Kepala Kemenag Sragen, untuk menjelaskan kepada wakil rakyat. ”Perbedaan keyakinan itu mestinya disikapi secara arif dan bijaksana, jangan sampai permasalahan perbedaan jadi masalah yang berpotensi mendiskriditkan kelompok tertentu. Kepala Kemenag harus bertanggungjawab,” tegas Suharjo, Buku Panduan Ramadhan.